Sunday 3 June 2012

Ketika Lagu Anak Tergerus Lagu Modern

Industri musik semakin berkembang di Indonesia. Hampir setiap hari tayangan musik menjadi hidangan di pagi hari. Beberapa stasiun TV swasta berlomba-lomba menyusun acara music secara menarik agar mendapat rating tayangan tertinggi. Ada yang menggunakan konsep di dalam studio maupun di tempat terbuka seperti beberapa mall. Penonton yang menyaksikan secara langsung acara tersebut terdiri dari tingkatan usia yang berbeda, salah satunya remaja dan tak jarang ada beberapa anak usia dibawah sepuluh tahun yang turut menyaksikan secara langsung acara musik tersebut di barisan terdepan.
Beberapa penonton yang datang ke acara musik mempunyai trik khusus agar tampil unik, seperti menggunakan kaos dengan tulisan band atau penyanyi favoritnya. Walaupun acara musik itu ditayangkan pada pagi hari ketika rata-rata orang sedang memulai aktifitas baik itu bekerja atau sekolah, tetapi hampir tak pernah penonton acara tayangan musik itu sepi. Jika diperhatikan, penonton juga ada yang sering sekali mengikuti acara music tersebut hampir setiap hari.
Sebenarnya menonton tayangan musik bisa menjadi sebuah hiburan bagi setiap orang dan itu bisa menjadi terapi khusus untuk meningkatkan semangat di pagi hari. Persoalan yang sering sekali terjadi pada acara musik bukan terletak pada penonton atau penyelenggara acara musik. Beberapa kali menonton acara musik ada satu hal yang membuat hati miris adalah saat menyaksikan anak usia dibawah sepuluh tahun atau remaja menyanyikan lagu yang ditujukan untuk kalangan dewasa.
Anak usia dibawah sepuluh tahun dan remaja rata-rata mengenal dan sangat lancar menyanyikan lagu seperti lagu Cinta Satu Malam, Playboy, dan masih banyak lagi. Terlepas dari mereka mengerti atau tidak makna dari lagu-lagu yang dinyanyikan. Tak ada yang salah memang dengan lagu tersebut karena setiap sebuah karya yang dihasilkan harus diapresiasi.
Perlu diingat, usia dibawah sepuluh tahun dan remaja merupakan masa keemasan bagi memori otak dan apabila anak-anak cenderung mengulang kata-kata dari lagu yang dewasa, anak-anak merekam kata tersebut dalam otaknya. Pada saat mereka sudah dewasa, memori yang dialami pada usia dibawah sepuluh tahun dan remaja sangat kuat untuk diingat dan bisa memengaruhi tindakan maupun perilaku yang dilakukan mereka.
Seperti diketahui, lagu anak-anak cenderung kalah saing dibandingkan dengan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi dewasa, band, boyband maupun girlband. Industri musik anak-anak tidak populer seperti yang terjadi belasan tahun lalu. Belasan tahun lalu, hampir setiap anak sangat mengenal dan sering menyanyikan lagu yang dibawakan oleh penyanyi cilik seperti Trio Kwek-Kwek, Joshua, Sherina, Maissy, Tasya, dan masih banyak penyanyi cilik yang populer pada masanya. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan keadaan sekarang ini.
Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, mengatakan “Saya sedih melihat anak-anak kecil lebih hafal lagu Iwak Peyek ketimbang lagu anak seperti Anak Gembala dan Bintang Kecil”. Ia juga menyayangkan media yang kurang berperan dalam menayangkan lagu anak-anak, “Tidak ada ruang di televisi untuk menampilkan acara lagu anak-anak.”
Dari penyataan tersebut, penilaian Kak Seto itu benar adanya, kalau saat ini media kurang berperan dalam menayangkan lagu anak-anak saat. Mungkin alasan keuntungan menjadi alasan utama bagi media untuk mempopulerkan lagu anak-anak. Seharusnya media bisa memberikan ruang yang seimbang antara lagu anak-anak dan lagu dewasa.
Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerusnya. Jika mental anak bangsa saat ini tidak diperhatikan, entah apa yang kemudian terjadi terhadap kemajuan bangsa ini. Tentu saja, ini semua butuh kerjasama dari semua pihak termasuk pihak orangtua selaku pihak utama yang bisa memantau secara langsung apa yang dilakukan anaknya. Semoga keadaan ini akan cepat berubah dan media dapat memberikan porsi yang adil antara lagu anak-anak dan lagu dewasa. Semoga!

0 comments:

Post a Comment